Friday, February 26, 2016

WARNA KOMPOSIT, ELEMEN PENAFSIRAN DAN SKALA (BAB II : hal 4)


3.        Elemen Penafsiran Citra
Dalam analisis citra, baik digital maupun visual, interpreter akan selalu dihadapkan pada target atau obyek yang terekam pada citra.  Target-target tersebut umumnya berbentuk fitur-fitur yang menggambarkan kondisi lapangan dan jenis obyek yang bersangkutan.  Fitur-fitur yang ditemukan umumnya berbentuk titik, garis dan atau poligon.  Untuk mendefinisikan atau memberikan nama terhadap obyek-obyek tersebut diperlukan sebuah aturan (rule) sehingga diperoleh hasil identifikasi yang konsisten.  Mengenali obyek adalah sebuah kunci keberhasilan dalam interpretasi dan mendapatkan informasi melalui interpretasi visual. 
Dalam interpretasi citra secara visual, elemen-elemen dasar diagnostik penafsiran mencakup: tone atau warna, bentuk, ukuran, pola, tekstur, bayangan, lokasi dan asosiasi.  Secara sadar ataupun tidak, interpretasi visual menggunakan elemen-elemen ini seringkali dijumpai dalam kehidupan sehari-hari kita.  Mengidentifikasi target dalam gambar penginderaan jauh didasarkan pada unsur-unsur visual ini memungkinkan kita untuk menafsirkan dan menganalisis lebih lanjut sehingga hasil yang dihasilkan menjadi lebih rasional dan teliti.
Citra radar (seperti JERS, ERS, ALOS PALSAR) mempunyai karakter tersendiri, sehingga teknik interpretasinya pun memerlukan pengetahuan dan keterampilan yang khusus juga, yang berbeda dengan citra optik (seperti citra Landsat, SPOT, Quickbird, IKONOS dsb).  Pada saat interpretasi citra radar, meskipun yang diinterpreasi adalah citra analog, interpreter harus tetap ingat bahwa tone yang tampak pada citra radar sangat berbeda dengan pencitraan mata manusia pada umumnya (sensor optik).  Derajat keabu-abuan dari citra sangat tergantung pada kekuatan relatif dari backscatter gelombang mikro, kekasaran permukaan dan kondisi dielektrik lanskap.
Sifat dari masing-masing unsur penafsiran dijelaskan di bawah ini, bersama dengan contoh gambar masing-masing. 

Tone dan warna:
Tone (derajat keabu-abuan / gray scale) dan warna adalah elemen dasar dari interpretasi sebuah obyek.  Variasi tone / warna sangat bergantung pada karakteristik dari setiap obyek, karena warna merupakan hasil reflektansi, transmisi dan atau radiasi panjang gelombang yang dihasilkan dari obyek yang bersangkutan.  Dengan demikian tone atau warna ini sangat bergantung juga pada panjang gelombang atau band yang dipergunakan pada saat melakukan perekaman.  Dengan adanya variasi tone, maka obyek dapat dideteksi, serta unsur lain seperti bentuk, tekstur, dan pola dapat dibedakan.  Tingkat kecerahan dari obyek sangat bergantung pada sifat dasar dari obyek yang bersangkutan (Lihat Gambar 2.8 (a)~(d)).  Komposit dari derajat keabu-abuan, yang didisplay menggunakan konsep warna aditif dapat menghasilkan warna.  Salah satu contoh warna komposit untuk identifikasi jenis vegetasi dapat dilihat pada Gambar 2.8 (e) dan (f). Pada citra radar, reflektansi (backscatter) sangat bergantung pada tingkat kekasaran permukaan obyek yang dicitra, sifat-sifat dielektrik serta slope lokal dari permukaan.  Oleh karena itu, sinyal dari radar sangat tergantung pada sifat-sifat geometri dari target atau obyek yang diamati. Sebaliknya, pada citra optis, derajat kecerahan obyek sangat bergantung pada sifat kimia, biomasa, kadar air dan suhu.
Tone pada citra radar dapat didefinisikan sebagai intensitas rata-rata dari sinyal backscatter. Backscatter yang tinggi menghasilkan kecerahan yang tinggi (tone terang), sebaliknya yang backscatter rendah menghasilkan kecerahan rendah (tone gelap).



     




Gambar  8  Pada citra sebelah kiri (e) dimana NIR diletakkan pada RED gun, hutan mangrove tampak mempunyai warna merah tua, sedangkan pada citra sebelah kanan (f) dimana NIR diletakkan pada GREEN gun,  mangrove tampak mempunyai warna hijau tua. 

Bentuk
Secara umum, bentuk sebuah obyek mengacu pada bentuk-bentuk umum bagian luar (eksternal), struktur, konfigurasi atau garis besar dari individu obyek. Bentuk dapat menjadi petunjuk yang sangat khas untuk interpretasi. Bentuk-bentuk umum yang dipergunakan adalah variasi bentuk poligon dan atau garis, seperti segi empat panjang, segi tiga, lingkaran, garis lurus, garis melengkung dan sebagainya.  Bentuk-bentuk obyek yang teratur seperti  bentuk garis lurus biasanya banyak mewakili bentuk-bentuk di wilayah perkotaan atau pertanian skala luas (perkebunan, hutan tanaman), sementara fitur-fitur obyek alami umumnya berbentuk poligon dan atau garis yang tidak beraturan, seperti punggung bukit, sungai dan tepian hutan.  Bentuk sungai yang berbelok-belok dan atau kanal yang cenderung lurus serta jalan bebas hambatan (belokan halus) merupakan bentuk yang sangat mudah dibedakan.  Bentuk-bentuk obyek buatan manusia umumnya lebih teratur dibandingkan dengan bentuk-bentuk alam.
Pada citra radar, bentuk obyek merupakan hasil rekaman dari posisi miring (oblique / side looking), jarak slant dari radar.




 

Ukuran
Ukuran suatu obyek atau yang tampak dalam citra atau foto sangat bergantung pada skala, resolusi dan ukuran obyek yang sebenarnya di alam.  Oleh karena itu, dalam interpretasi visual perlu memahami dan mengetahui ukuran absolut dan atau relatif suatu obyek atau fitur yang terekam.  Skala citra sangat membantu menentukan ukuran sebenarnya dari suatu obyek.  Sebagai contoh, ukuran lebar jalan umum biasa (jalan propinsi /kabupaten) berbeda dengan jalan bebas hambatan.  Pada umumnya, ukuran bangunan pabrik lebih besar dibandingkan dengan ukuran rumah-rumah penduduk.  Sebagaimana disajikan pada Gambar 2.9 ukuran absolut sungai di Kalimantan berkisar antara 150 m dan 250 m.

Pola
Pola yang digunakan pada interpretasi visual umumnya mengacu pada tata ruang atau tata letak obyek dalam suatu ruang.  Pola merupakan susunan spasial suatu obyek dalam suatu bentuk yang khas dan berulang.  Pola sebaran obyek dengan jarak yang teratur, tone yang sama akan menghasilkan tampilan pola yang berbeda dengan obyek yang tersebar secara acak (random) dan tone yang relatif berbeda. Areal perkebunan dan atau areal hutan tanaman dengan pohon-pohon jarak secara merata, dan jalan-jalan inspeksi, jalan perkotaan dengan jarak teratur, lokasi perumahan merupakan contoh pola yang teratur (Gambar 2.10). 





Gambar  10       Perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah yang direkam pada citra ALOS PRISM, tampak mempunyai pola  batas-batas areal yang teratur

Tekstur
Tekstur dalam interpretasi terbentuk dari variasi dan susunan tone dan atau warna yang ditampilkan oleh suatu obyek atau sekumpulan obyek pada citra.  Tekstur kasar umumnya dibentuk oleh tone dengan variasi tinggi (belang-belang) dimana terjadi perubahan tone yang besar, sedangkan tekstur halus terbentuk dari variasi yang relatif kecil. Tekstur halus umumnya dihasilkan oleh permukaan yang relatif halus seperti ladang, aspal, atau padang rumput. Tekstur kasar umumnya dihasilkan oleh target dengan permukaan kasar dan struktur yang tidak teratur, seperti tajuk pohon (Gambar 2.11).  Tekstur adalah salah satu elemen terpenting untuk membedakan fitur dalam citra radar.




Bayangan
Walaupun tidak selalu digunakan, bayangan dapat membantu dalam interpretasi karena dapat memberikan imaginasi tentang profil atau bentuk serta tinggi relatif dari suatu obyek.  Di lain pihak, bayangan sangat mengganggu hasil penafsiran. Pada citra radar, bayangan topografi adalah bagian yang tidak ada informasi “backscatter”. 
Bayangan itu juga berguna untuk meningkatkan atau mengidentifikasi topografi dan bentang alam, khususnya dalam citra radar.  Bayangan pada radar sangat terkait dengan sudut miring dari radiasi gelombang mikro yang dipancarkan sistem sensor dan bukan oleh geometri dari iluminasi matahari. Perbedaan ini perlu diperhatikan bagi interpreter pemula (Lihat Gambar 2.12).





 

Asosiasi
Elemen asosiasi mempertimbangkan hubungan keberadaan antara obyek yang satu dengan obyek lainnya.  Keberadaan suatu obyek sangat bergantung pada keberadaan obyek lainnya.  Sebagai contoh, keberadaan bangunan stasiun sangat erat dengan keberadaan rel. 

Deliniasi citra
Untuk menghasilkan hasil digitasi yang mendekati “gambaran tangan” maka diperlukan penggambaran verteks (jarak antar titik-titik digitasi) yang kecil.  Untuk delineasi biasanya dilakukan pada skala yang diperbesar.  Akan tetapi, jika citra terlalu diperbesar, maka ada kalanya interpreter akan kehilangan konteks, sehingga tidak mampu menggambarkan obyek secara utuh.  Dalam kaitannya dengan ini, maka diperlukan acuan teknis yang praktis.  

Skala keluaran (output)
Skala yang dihasilkan dari suatu interpretasi sangat bergantung pada resolusi spasial citra yang dipergunakan.  Sebagai contoh, 1 piksel biasanya dapat digambarkan dengan 1 garis atau satu titik dengan ketebalan 0,2 mm atau 0,3 mm.  Oleh karena itu, skala peta yang dapat diturunkan dari citra dengan resolusi spasial tertentu dapat dihitung sebagai berikut:


                                        
Jika resolusinya 10 m maka skala yang bisa dihasilkan adalah 1:50.000 ~ 1:30.000, sedangkan resolusi citra 5 m dapat menghasilkan peta thematik dengan skala 1: 25.000 ~ 1: 15.000.   

Luas poligon terkecil (Minimum mapping unit/MMU)
Seberapa besar ukuran poligon minimal yang harus didelineasi?  Pertanyaan ini sangat bergantung pula pada resolusi spasial dan tujuan dari interpretasi.  Pada interpretasi kuantitatif, jumlah piksel yang dianjurkan adalah 3 x 3 piksel. Pada citra Landsat, ukuran tersebut setara dengan luasan 1 Ha.  Pada peta yang dihasilkan, seberapa besar ukuran poligon yang harus dipertahankan atau dihilangkan? Dalam konteks ini, yang dijadikan pegangan adalah ukuran poligon yang tidak menghasilkan “noise”.  Berdasarkan pengalaman-pengalaman melakukan delineasi baik pada interpretasi citra secara visual maupun digital, luas terkecil dari poligon yang masih dipertahankan adalah sekitar 0,25 ~ 1 cm2.  Pada peta skala 1: 100.000, ukuran tersebut setara dengan 25 (500 m x 500 m) ~100 Ha (1 km x 1 km).  Pada kasus ini, untuk menghasilkan peta dengan skala 1: 100.000 diperlukan citra dengan resolusi 20-30 m.  Luas minimum areal yang didelineasi dengan resolusi 20 m adalah sekitar 25 x 25 piksel (625 piksel) sampai dengan 40 x 40 piksel (1600 piksel). Jika menggunakan resolusi 30 m maka jumlah pikselnya berkisar antara 225 piksel ~ 900 piksel.  Untuk resolusi spasial 50 m x 50 m, jumlah pikselnya berkisar antara 100 ~ 1.000 piksel. 







Disini Halaman Sebelumnya | Halaman Lanjutan Klik disini



-----------------Semoga bermanfaat -----------------

0 comments:

Post a Comment