GTF Consultant

Coba Buka Green Tropical Forest Consultant | Landscape and Planting Consultant

This is default featured slide 2 title

Lasantha Bandara thanks for your design that i used it at my blog: Rahmad - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Lasantha Bandara thanks for your design that i used it at my blog: Rahmad - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Lasantha Bandara thanks for your design that i used it at my blog: Rahmad - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Lasantha Bandara thanks for your design that i used it at my blog: Rahmad - Premiumbloggertemplates.com.

Sunday, February 28, 2016

PERBAIKAN RADIOMETRIK (Radiometric Enhancement) (BAB 3)

Pengertian
Perbaikan radiometrik adalah teknik perbaikan atau penajaman kontras citra dengan memperbaiki nilai dari individu-individu piksel pada citra, ini berbeda dengan perbaikan spasial (spatial enhancement) yang memperbaiki nilai suatu piksel berdasarkan piksel-piksel yang ada di sekitarnya.
Perbaikan citra pada suatu band adalah sangat unik dan biasanya tidak cocok dengan band lainnya, karena sangat tergantung pada nilai statistik dari piksel-piksel yang terdapat pada setiap band. Perbaikan radiometrik suatu citra komposit (multiband) biasanya dianggap sebagai serangkaian perbaikan band-band tunggal, sebanyak band yang akan diperbaiki.



Koreksi radiometrik ini tidak otomatis memperbaiki kontras semua piksel, ada kalanya sebagian piksel bertambah besar kontrasnya, tetapi di bagian lain ada yang hilang.


Perbaikan Kontras

Sudah merupakan prosedur umum pada pengolahan citra bahwa untuk kegiatan interpretasi, citra yang akan dicetak atau yang langsung diinterpretasi pada layar monitor perlu dilakukan penajaman kontras.  Sebagai contoh Look Up Table (LUT) citra dari nilai 30~40 dirubah menjadi 0 ~ 255 (lihat Gambar 3.2).






Macam-macam perbaikan kontras
Perbaikan kontras secara linear (A linear contrast stretch)
Metode ini adalah metode perbaikan yang paling sederhana untuk memperbaiki penampakan spektral dari suatu citra. Ini dilakukan dengan memperlebar kisaran dari nilai yang sempit menjadi nilai kisaran 0 sampai 255 (lihat Gambar 3.3).  
Perbaikan kontras non-linear (Nonlinear Contrast Stretch)
Perbaikan non-linear adalah perbaikan yang meningkatkan atau menurunkan kontras secara gradual dalam suatu kisaran nilai tertentu. Pada perbaikan kontras secara linear, peningkatan kontras terjadi secara konstan untuk semua kisaran.  Pada perbaikan non-linier ini umumnya terjadi peningkatan kontras dilakukan pada kisaran nilai tertentu sementara kontras pada kisaran yang lain mengalami penurunan.
Perbaikan kontras dengan piswais (Piecewise Linear Contrast Stretch)
Pada metode ini, perbaikan kontras dilakukan pada bagian-bagian kisaran kecerahan tertentu dengan peningkatan atau penurunan kontras yang tertentu pula.  Pada metode ini, penajaman dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu rendah, sedang dan tinggi.  Kontras dapat dibuat dengan berbagai macam tingkat kemiringan slope dan dapat disimulasikan menjadi suatu bentuk kurva.   Ini sangat berguna untuk meningkatkan kontras pada wilayah bayangan atau areal-areal yang mempunyai kontras rendah.  Pada perbaikan dengan piswais ini umumnya mengikuti aturan sebagai berikut:

  1. Nilai data dijitalnya kontinyu, sesungguhnya tidak ada patahan antara bagian yang mengalami kontras rendah, sedang maupun yang tinggi.
  2. Nilai data dari setiap range hanya mempunyai slope yang positif (mendaki), tetapi tidak diperkenankan dengan slope yang menurun (lihat Gambar 3.5). 







Penyamaan Histogram (Histogram equalization)
Penyamaan histogram adalah metode penajaman kontras yang tidak linier sehingga distribusi histogram dari pikselnya mendekati uniform, atau menghasilkan histogram yang mendekati datar.  Kontras hasil penajaman ini akan menjadi merata di seluruh areal.  Kontras meningkat pada puncak-puncak histogram dan menurun pada ujung-ujung histogram.



Friday, February 26, 2016

WARNA KOMPOSIT, ELEMEN PENAFSIRAN DAN SKALA (BAB II : hal 4)


3.        Elemen Penafsiran Citra
Dalam analisis citra, baik digital maupun visual, interpreter akan selalu dihadapkan pada target atau obyek yang terekam pada citra.  Target-target tersebut umumnya berbentuk fitur-fitur yang menggambarkan kondisi lapangan dan jenis obyek yang bersangkutan.  Fitur-fitur yang ditemukan umumnya berbentuk titik, garis dan atau poligon.  Untuk mendefinisikan atau memberikan nama terhadap obyek-obyek tersebut diperlukan sebuah aturan (rule) sehingga diperoleh hasil identifikasi yang konsisten.  Mengenali obyek adalah sebuah kunci keberhasilan dalam interpretasi dan mendapatkan informasi melalui interpretasi visual. 
Dalam interpretasi citra secara visual, elemen-elemen dasar diagnostik penafsiran mencakup: tone atau warna, bentuk, ukuran, pola, tekstur, bayangan, lokasi dan asosiasi.  Secara sadar ataupun tidak, interpretasi visual menggunakan elemen-elemen ini seringkali dijumpai dalam kehidupan sehari-hari kita.  Mengidentifikasi target dalam gambar penginderaan jauh didasarkan pada unsur-unsur visual ini memungkinkan kita untuk menafsirkan dan menganalisis lebih lanjut sehingga hasil yang dihasilkan menjadi lebih rasional dan teliti.
Citra radar (seperti JERS, ERS, ALOS PALSAR) mempunyai karakter tersendiri, sehingga teknik interpretasinya pun memerlukan pengetahuan dan keterampilan yang khusus juga, yang berbeda dengan citra optik (seperti citra Landsat, SPOT, Quickbird, IKONOS dsb).  Pada saat interpretasi citra radar, meskipun yang diinterpreasi adalah citra analog, interpreter harus tetap ingat bahwa tone yang tampak pada citra radar sangat berbeda dengan pencitraan mata manusia pada umumnya (sensor optik).  Derajat keabu-abuan dari citra sangat tergantung pada kekuatan relatif dari backscatter gelombang mikro, kekasaran permukaan dan kondisi dielektrik lanskap.
Sifat dari masing-masing unsur penafsiran dijelaskan di bawah ini, bersama dengan contoh gambar masing-masing. 

Tone dan warna:
Tone (derajat keabu-abuan / gray scale) dan warna adalah elemen dasar dari interpretasi sebuah obyek.  Variasi tone / warna sangat bergantung pada karakteristik dari setiap obyek, karena warna merupakan hasil reflektansi, transmisi dan atau radiasi panjang gelombang yang dihasilkan dari obyek yang bersangkutan.  Dengan demikian tone atau warna ini sangat bergantung juga pada panjang gelombang atau band yang dipergunakan pada saat melakukan perekaman.  Dengan adanya variasi tone, maka obyek dapat dideteksi, serta unsur lain seperti bentuk, tekstur, dan pola dapat dibedakan.  Tingkat kecerahan dari obyek sangat bergantung pada sifat dasar dari obyek yang bersangkutan (Lihat Gambar 2.8 (a)~(d)).  Komposit dari derajat keabu-abuan, yang didisplay menggunakan konsep warna aditif dapat menghasilkan warna.  Salah satu contoh warna komposit untuk identifikasi jenis vegetasi dapat dilihat pada Gambar 2.8 (e) dan (f). Pada citra radar, reflektansi (backscatter) sangat bergantung pada tingkat kekasaran permukaan obyek yang dicitra, sifat-sifat dielektrik serta slope lokal dari permukaan.  Oleh karena itu, sinyal dari radar sangat tergantung pada sifat-sifat geometri dari target atau obyek yang diamati. Sebaliknya, pada citra optis, derajat kecerahan obyek sangat bergantung pada sifat kimia, biomasa, kadar air dan suhu.
Tone pada citra radar dapat didefinisikan sebagai intensitas rata-rata dari sinyal backscatter. Backscatter yang tinggi menghasilkan kecerahan yang tinggi (tone terang), sebaliknya yang backscatter rendah menghasilkan kecerahan rendah (tone gelap).



     




Gambar  8  Pada citra sebelah kiri (e) dimana NIR diletakkan pada RED gun, hutan mangrove tampak mempunyai warna merah tua, sedangkan pada citra sebelah kanan (f) dimana NIR diletakkan pada GREEN gun,  mangrove tampak mempunyai warna hijau tua. 

Bentuk
Secara umum, bentuk sebuah obyek mengacu pada bentuk-bentuk umum bagian luar (eksternal), struktur, konfigurasi atau garis besar dari individu obyek. Bentuk dapat menjadi petunjuk yang sangat khas untuk interpretasi. Bentuk-bentuk umum yang dipergunakan adalah variasi bentuk poligon dan atau garis, seperti segi empat panjang, segi tiga, lingkaran, garis lurus, garis melengkung dan sebagainya.  Bentuk-bentuk obyek yang teratur seperti  bentuk garis lurus biasanya banyak mewakili bentuk-bentuk di wilayah perkotaan atau pertanian skala luas (perkebunan, hutan tanaman), sementara fitur-fitur obyek alami umumnya berbentuk poligon dan atau garis yang tidak beraturan, seperti punggung bukit, sungai dan tepian hutan.  Bentuk sungai yang berbelok-belok dan atau kanal yang cenderung lurus serta jalan bebas hambatan (belokan halus) merupakan bentuk yang sangat mudah dibedakan.  Bentuk-bentuk obyek buatan manusia umumnya lebih teratur dibandingkan dengan bentuk-bentuk alam.
Pada citra radar, bentuk obyek merupakan hasil rekaman dari posisi miring (oblique / side looking), jarak slant dari radar.




 

Ukuran
Ukuran suatu obyek atau yang tampak dalam citra atau foto sangat bergantung pada skala, resolusi dan ukuran obyek yang sebenarnya di alam.  Oleh karena itu, dalam interpretasi visual perlu memahami dan mengetahui ukuran absolut dan atau relatif suatu obyek atau fitur yang terekam.  Skala citra sangat membantu menentukan ukuran sebenarnya dari suatu obyek.  Sebagai contoh, ukuran lebar jalan umum biasa (jalan propinsi /kabupaten) berbeda dengan jalan bebas hambatan.  Pada umumnya, ukuran bangunan pabrik lebih besar dibandingkan dengan ukuran rumah-rumah penduduk.  Sebagaimana disajikan pada Gambar 2.9 ukuran absolut sungai di Kalimantan berkisar antara 150 m dan 250 m.

Pola
Pola yang digunakan pada interpretasi visual umumnya mengacu pada tata ruang atau tata letak obyek dalam suatu ruang.  Pola merupakan susunan spasial suatu obyek dalam suatu bentuk yang khas dan berulang.  Pola sebaran obyek dengan jarak yang teratur, tone yang sama akan menghasilkan tampilan pola yang berbeda dengan obyek yang tersebar secara acak (random) dan tone yang relatif berbeda. Areal perkebunan dan atau areal hutan tanaman dengan pohon-pohon jarak secara merata, dan jalan-jalan inspeksi, jalan perkotaan dengan jarak teratur, lokasi perumahan merupakan contoh pola yang teratur (Gambar 2.10). 





Gambar  10       Perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah yang direkam pada citra ALOS PRISM, tampak mempunyai pola  batas-batas areal yang teratur

Tekstur
Tekstur dalam interpretasi terbentuk dari variasi dan susunan tone dan atau warna yang ditampilkan oleh suatu obyek atau sekumpulan obyek pada citra.  Tekstur kasar umumnya dibentuk oleh tone dengan variasi tinggi (belang-belang) dimana terjadi perubahan tone yang besar, sedangkan tekstur halus terbentuk dari variasi yang relatif kecil. Tekstur halus umumnya dihasilkan oleh permukaan yang relatif halus seperti ladang, aspal, atau padang rumput. Tekstur kasar umumnya dihasilkan oleh target dengan permukaan kasar dan struktur yang tidak teratur, seperti tajuk pohon (Gambar 2.11).  Tekstur adalah salah satu elemen terpenting untuk membedakan fitur dalam citra radar.




Bayangan
Walaupun tidak selalu digunakan, bayangan dapat membantu dalam interpretasi karena dapat memberikan imaginasi tentang profil atau bentuk serta tinggi relatif dari suatu obyek.  Di lain pihak, bayangan sangat mengganggu hasil penafsiran. Pada citra radar, bayangan topografi adalah bagian yang tidak ada informasi “backscatter”. 
Bayangan itu juga berguna untuk meningkatkan atau mengidentifikasi topografi dan bentang alam, khususnya dalam citra radar.  Bayangan pada radar sangat terkait dengan sudut miring dari radiasi gelombang mikro yang dipancarkan sistem sensor dan bukan oleh geometri dari iluminasi matahari. Perbedaan ini perlu diperhatikan bagi interpreter pemula (Lihat Gambar 2.12).





 

Asosiasi
Elemen asosiasi mempertimbangkan hubungan keberadaan antara obyek yang satu dengan obyek lainnya.  Keberadaan suatu obyek sangat bergantung pada keberadaan obyek lainnya.  Sebagai contoh, keberadaan bangunan stasiun sangat erat dengan keberadaan rel. 

Deliniasi citra
Untuk menghasilkan hasil digitasi yang mendekati “gambaran tangan” maka diperlukan penggambaran verteks (jarak antar titik-titik digitasi) yang kecil.  Untuk delineasi biasanya dilakukan pada skala yang diperbesar.  Akan tetapi, jika citra terlalu diperbesar, maka ada kalanya interpreter akan kehilangan konteks, sehingga tidak mampu menggambarkan obyek secara utuh.  Dalam kaitannya dengan ini, maka diperlukan acuan teknis yang praktis.  

Skala keluaran (output)
Skala yang dihasilkan dari suatu interpretasi sangat bergantung pada resolusi spasial citra yang dipergunakan.  Sebagai contoh, 1 piksel biasanya dapat digambarkan dengan 1 garis atau satu titik dengan ketebalan 0,2 mm atau 0,3 mm.  Oleh karena itu, skala peta yang dapat diturunkan dari citra dengan resolusi spasial tertentu dapat dihitung sebagai berikut:


                                        
Jika resolusinya 10 m maka skala yang bisa dihasilkan adalah 1:50.000 ~ 1:30.000, sedangkan resolusi citra 5 m dapat menghasilkan peta thematik dengan skala 1: 25.000 ~ 1: 15.000.   

Luas poligon terkecil (Minimum mapping unit/MMU)
Seberapa besar ukuran poligon minimal yang harus didelineasi?  Pertanyaan ini sangat bergantung pula pada resolusi spasial dan tujuan dari interpretasi.  Pada interpretasi kuantitatif, jumlah piksel yang dianjurkan adalah 3 x 3 piksel. Pada citra Landsat, ukuran tersebut setara dengan luasan 1 Ha.  Pada peta yang dihasilkan, seberapa besar ukuran poligon yang harus dipertahankan atau dihilangkan? Dalam konteks ini, yang dijadikan pegangan adalah ukuran poligon yang tidak menghasilkan “noise”.  Berdasarkan pengalaman-pengalaman melakukan delineasi baik pada interpretasi citra secara visual maupun digital, luas terkecil dari poligon yang masih dipertahankan adalah sekitar 0,25 ~ 1 cm2.  Pada peta skala 1: 100.000, ukuran tersebut setara dengan 25 (500 m x 500 m) ~100 Ha (1 km x 1 km).  Pada kasus ini, untuk menghasilkan peta dengan skala 1: 100.000 diperlukan citra dengan resolusi 20-30 m.  Luas minimum areal yang didelineasi dengan resolusi 20 m adalah sekitar 25 x 25 piksel (625 piksel) sampai dengan 40 x 40 piksel (1600 piksel). Jika menggunakan resolusi 30 m maka jumlah pikselnya berkisar antara 225 piksel ~ 900 piksel.  Untuk resolusi spasial 50 m x 50 m, jumlah pikselnya berkisar antara 100 ~ 1.000 piksel. 







Disini Halaman Sebelumnya | Halaman Lanjutan Klik disini



-----------------Semoga bermanfaat -----------------

WARNA KOMPOSIT, ELEMEN PENAFSIRAN DAN SKALA (BAB II : hal 3)


2.        Skala Peta dan Resolusi Citra
Salah satu dari pertanyaan yang sulit dijawab adalah untuk menentukan skala peta yang tepat atau resolusi citra yang tepat.  Untuk menggambar permulaan dan menggambar tema peta sering membutuhkan resolusi citra yang berbeda-beda. 
Ketika memilih citra untuk digunakan dalam rangka pemetaan dengan skala tertentu, yang sering menjadi pertimbangan utamanya adalah perhitungan akurasi grafis atau pencetakan citra tersebut, misalnya menginginkan dengan akurasi 0,1 mm (ukuran terkecil garis atau titik yang digambarkan). Sebagai contoh, untuk menghasilkan peta skala 1: 1.000.000 diperlukan citra dengan resolusi minimal 100 m, dan untuk skala 1: 100.000 diperlukan resolusi 10 m.  Dengan kata lain, IRS-1C / D PAN yang mempunyai resolusi 5,8 m dapat digunakan untuk membuat banyak unsur-unsur peta skala 1:50.000. Sedangkan untuk elemen yang lebih kecil seperti individu pohon, sungai kecil, memerlukan resolusi yang lebih besar.  Citra Landsat 7 ETM+ dan Terra ASTER yang mempunyai resolusi 15 m dimungkinkan untuk membuat banyak elemen peta skala  1:200.000 atau yang lebih kecil.  Pada umumnya, dimensi  panjang, lebar dan bahan konstruksi jembatan yang digambarkan pada peta 1:200.000, tidak dapat ditafsirkan dari resolusi citra sedang atau rendah sehingga memerlukan data tambahan. 

Skala yang direkomendasikan untuk membuat dan memperbaharui thema:












Disini Halaman Sebelumnya | Halaman Lanjutan Klik disini

Elemen Penafsiran Citra



-----------------Semoga bermanfaat -----------------

WARNA KOMPOSIT, ELEMEN PENAFSIRAN DAN SKALA (BAB II : hal 2)

Pada citra satelit yang tidak mempunyai band birunya, misalnya SPOT 4 atau SPOT 5, tidak akan mungkin membuat komposit warna alami secara langsung.  Warna alami atau warna yang mendekati alami dapat dibuat menggunakan transformasi, dimana pada RED Gun dipasang band merah (XS2), pada GREEN Gun dipasang (3XS1 + XS3)/4 dan pada BLUE Gun juga dipasang (3XS1 - XS3)/4 (Gambar 2.5 (b)), dimana XS1~XS3 secara berturut-turut adalah band hijau, merah dan inframerah.   Selain itu, untuk menghasilkan warna yang unik pada citra SPOT, kombinasi yang dapat dibuat pada RGB secara berturut-turut adalah XS3 (NIR), (XS3-XS2)/(XS3+XS2) dan XS1 (Green).  Pada Gambar 2.5 sampai dengan Gambar 2.7 Disajikan perbandingan tampilan citra dengan warna alami turunan dan warna palsu orisinil yang dibuat dari citra SPOT 5.  Gambar 2.5 (a) tampak mempunyai tampilan yang lebih alami dibandingkan dengan Gambar 2.5 (b), sedangkan band yang digunakan sama.  Jika dibandingkan dengan warna palsu standar (Gambar 2.6 (b)) tampilan warna alami hasil manipulasi lebih mudah dipahami bagi interpreter pemula.  Keberadaan band inframerah sedang pada komposit warna (Gambar 2.6 (a)) menjadikan variasi warna yang mencerminkan variasi tipe atau jenis tutupan lahannya menjadi lebih variatif.  Manipulasi warna alami juga dapat diturunkan menggunakan citra ALOS AVNIR (Lihat Gambar 2.7).










Disini Halaman Sebelumnya | Halaman Lanjutan Klik disini



-----------------Semoga bermanfaat -----------------








WARNA KOMPOSIT, ELEMEN PENAFSIRAN DAN SKALA (BAB II : hal 1)


1. Komposit Warna

Dengan hanya satu band (saluran) yang umumnya ditampilkan dengan “grayscale/hitam putih”, identifikasi obyek pada citra umumnya lebih sulit jika dibandingkan dengan interpretasi pada citra berwarna.  Oleh karena itu, pada saat melakukan interpretasi diperlukan adanya citra berwarna.  Metode yang paling umum untuk menyajikan warna citra adalah dengan membuat citra komposit berwarna.  Citra berwarna yang dihasilkan menggunakan kombinasi multi-band. 
Konsep komposit warna ini adalah menggunakan prinsip warna aditif dari warna utama spektrum kasat mata (visible light) dari warna aditif utama (additive primary color) sebagaimana disajikan pada Gambar 2.1.






Pada warna aditif, jika ketiga sinar biru, merah dan hijau yang mempunyai kecerahan yang sama digabungkan maka akan menghasilkan putih.  Sedangkan, jika sinar warna hijau dan merah dengan kecerahan yang sama digabungkan tanpa ada sinar biru, maka akan menghasilkan warna kuning.  Demikian pula untuk warna cyan dihasilkan dari penggabungan sinar warna utama hijau dan biru, sedangkan warna magenta merupakan kombinasi antara warna utama biru dan merah.  Konsep warna aditif ini berbeda dengan warna substraktif yang biasanya digunakan mencampur warna pada saat menggambar (painting), dimana pada warna substraktif jika warna kuning dicampurkan dengan magenta akan menghasilkan warna merah.  Prinsip warna substraktif ini sangat bermanfaat untuk proses penyaringan spektral (filtering pada film).  Pada Gambar 2.2 diperlihatkan bahwa warna kuning merupakan warna komplementer dari warna biru, warna magenta komplemen dari warna hijau dan warna cyan merupakan warna komplemen dari warna merah. Filter kuning dapat mengurangi atau menyaring warna biru. 


Pada warna komposit, komputer juga menggunakan prinsip display RGB (RGB guns), dimana semua warna yang ada dihasilkan dari kombinasi band dengan berbagai intensitas.  Jika masing-masing saluran mempunyai variasi sebesar 8 bit (28), maka jumlah kombinasi dari RGBnya akan menghasilkan  (28 x 28 x 28) = 224 =16.777.216 variasi warna. Berikut ini disajikan beberapa contoh warna komposit yang dihasilkan dari kombinasi saluran yang berbeda.







Warna-warna yang dihasilkan dari citra komposit merupakan kombinasi warna aditif yang dihasilkan dari nilai Digital Number (DN) masing-masing saluran (band) yang diletakkan pada RGB monitor komputer (Gambar 2.3).

(a)  Komposit warna alami. 
Komposit warna alami adalah komposit yang dihasilkan dengan mengkombinasikan panjang gelombang atau spektrum merah (λ 0,6 ~ 0,7 μm), spektrum hijau (λ 0,5 ~ 0,6 μm) dan spektrum biru (λ 0,4 ~ 0,5 μm) secara berturut-turut pada RED, GREEN dan BLUE guns pada saat mendisplay citra.  Pada komposit ini, semua tutupan lahan akan tampak mempunyai warna sesuai dengan penampakan yang sebenarnya, dimana vegetasi akan tampak berwarna hijau muda sampai dengan tua, air akan berwarna biru dan tanah/lahan kosong akan berwarna coklat gelap sampai dengan berwarna putih (refleksi yang mengalami saturasi).  Citra komposit ini dapat dibuat menggunakan citra Landat TM band 3-2-1 (Lihat Gambar 2.3 (a)), Citra IKONOS 3-2-1 dan Quickbird 3-2-1.  Komposit warna ini sering juga disebut dengan warna alami sejati (true color).
Keunggulan
Bagi interpreter pemula, citra komposit ini sangat mudah dipahami dan dimengerti oleh karena menampilkan warna yang serupa dengan tampilan warna yang dilihat di alam sebenarnya.
Kelemahan
Citra komposit ini mempunyai variasi informasi yang relatif rendah, karena semua band yang digunakan berasal dari panjang gelombang kasat mata (visible light) dimana variasi informasi yang dimiliki relatif sama. Selain itu, panjang gelombang biru menyebabkan ketajaman tampilan citra menjadi relatif rendah, karena panjang gelombang pendek lebih mudah dipencarkan sehingga menimbulkan haze.  Bagi interpreter berpengalaman, citra dengan komposit ini jarang dipergunakan untuk melakukan delineasi tutupan lahan.



(b)  Komposit warna palsu standar
Komposit ini disusun menggunakan panjang gelombang dari spektrum infra-merah dekat (λ 0,7 ~ 0,9 μm), spektrum merah (λ 0,6 ~ 0,7 μm) dan spektrum hijau (λ 0,5 ~ 0,6 μm) yang secara berturut-turut diletakkan pada RED, GREEN dan BLUE guns.  Kombinasi ini disebut warna palsu standar karena kombinasi inilah yang secara konvensi disepakati untuk interpretasi tutupan lahan.  Pada awalnya citra yang tersedia hanya mempunyai panjang gelombang yang berkisar antara hijau, merah dan infra-merah dekat (Landsat MSS), sehingga kombinasi hanya dapat dibuat menggunakan panjang gelombang tersebut.  Pada kombinasi ini, vegetasi akan tampak berwarna merah, tanah kosong putih ke-biru-biruan dan badan air berwarna biru (mirip dengan warna alami). Komposit ini dapat dibuat dengan citra Landsat MSS band 7-5-4 atau band 6-5-4, Citra Landsat TM band 4-3-2 (Lihat Gambar 2.3 (b)) atau SPOT 4 band 3-2-1, MOS-1 MESSR band 3-2-1 atau 4-2-1, JERS-OPS band 3-2-1 atau 4-2-1.
Kelebihan
Mempunyai variasi informasi yang lebih banyak dan kerapatan vegetasi relatif lebih mudah dibedakan (didelineasi) dibandingkan dengan komposit warna alami.  Kombinasi ini mencakup informasi band infra-merah dekat yang memuat variasi vegetasi/biomassa.  Mata manusia cenderung mempunyai kepekaan yang relatif tinggi dalam membedakan kontras pada warna merah, sehingga vegetasi lebih mudah diinterpretasi.
Kelemahan
Untuk pemula, kombinasi ini relatif sulit dipahami secara cepat, mengingat warna yang diinterpretasi tidak sama dengan tampilan warna sebenarnya di lapangan.  



(c)   Komposit warna standar Departemen Kehutanan Indonesia
Komposit ini dibuat menggunakan panjang gelombang atau spektrum inframerah sedang (λ 1,2 ~ 3,2 μm), inframerah dekat (λ 0,7 ~ 0,9 μm) dan spektrum merah atau hijau (λ 0,6 ~ 0,7 atau 0,5 ~ 0,6 μm) secara berturut-turut pada RED, GREEN dan BLUE guns pada saat mendisplay citra.  Tampilan dari komposit ini mendekati warna alami.  Dengan citra Landsat, komposit ini dapat dibuat dengan kombinasi band 5-4-3 atau 5-4-2.  Komposit Landsat 5-4-3 dapat dilihat pada Gambar 2.3 (c)
Kelebihan
Komposit ini mempunyai variasi informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan komposit warna palsu standar.  Hal ini disebabkan karena informasi yang disajikan mencakup band inframerah sedang, infra-merah dekat dan sinar tampak.  Sinar inframerah sedang merekam variasi kelembaban (water content) dari vegetasi, inframerah dekat terkait dengan informasi biomassa, sedangkan sinar tampak terkait dengan informasi kehijauan daun (chlorophyll).  Pada komposit ini vegetasi dan kerapatan vegetasi relatif lebih mudah dibedakan (didelineasi) dibandingkan dengan komposit warna palsu standar.
Kelemahan
Perlu membiasakan diri dengan tampilan warna yang tersedia. Sebagian dari warna-warna yang tampil tidak sama dengan warna alami.  Sebagai contoh, lahan-lahan kosong tampak mempunyai kisaran warna antara magenta, pink sampai dengan putih, sementara warna alaminya berkisar antara coklat tua sampai dengan coklat terang.



(d)  Komposit lain
   Komposit lain yang dapat dibentuk adalah komposit selain yang disebutkan sebelumnya.  Beberapa interpreter ada yang menggunakan kombinasi Landsat 7-4-2 sebagaimana disajikan pada Gambar 2.3 (f).














Disini Halaman Sebelumnya | Halaman Lanjutan Klik disini



-----------------Semoga bermanfaat -----------------

DISPLAY CITRA DIGITAL PENGINDERAAN JAUH (BAB I : Hal 5)

Tahapan Aplikasi Penginderaan Jauh 
Berikut ini adalah rangkuman dari tahapan penting yang perlu diperhatikan pada saat aplikasi penginderaan jauh:
1)      Memformulasikan masalah yang dihadapi yang mencakup identifikasi tipe-tipe penutupan dan bagaimana kondisi perubahan penutupan tata guna tanah atau penutupan yang ada.
2)     Pengumpulan data, termasuk digitasi peta, potret udara atau membeli data satelit. Dalam hal ini perlu menetapkan resolusi spasial data yang dibutuhkan. Untuk menentukan resolusi spasial yang akan digunakan, perlu dipertimbangkan:
a)     Ukuran minimum dari obyek (feature) yang akan dievaluasi atau diidentifikasi. Luasan minimum dari suatu obyek (feature) yang diinginkan untuk dideteksi (misalnya luas minimum tanaman atau tebangan yang harus bisa dideteksi adalah 1 hektar), serta jumlah minimum pixel yang diperbolehkan untuk mengurangi kesalahan akibat mix-brightness. Dianjurkan setidak-tidaknya 9 pixel per unit luas.  Jensen (1986) bahkan menganjurkan 20-50 pixel.  Resolusi yang dapat digunakan adalah :





b)     Panjang gelombang yang akan memberikan informasi yang jelas (mampu membedakan atau memberikan kontras tinggi terhadap obyek-obyek yang akan dibedakan).   Pertimbangan citra yang akan digunakan juga hendaknya memperhatikan resolusi radiometrik dan temporal.  Meskipun resolusi spasial citra memenuhi syarat, apakah secara spektral akan berbeda dan apakah data dapat diperoleh dengan frekuensi perolehan yang tinggi atau sesuai dengan yang diharapkan?
c)      Waktu perekaman yang memberikan citra terbaik untuk mendeteksi obyek yang diinginkan (seperti penanaman, perladangan berpindah dan atau kebakaran hutan).  Citra di musim kemarau akan memberikan kontras yang jelas antara daerah-daerah tebang habis atau tebang pilih dengan hutan lebat.
d)     Waktu dimana data mempunyai distorsi atmosfer yang kecil seperti haze, asap dan atau awan, serta sudut matahari yang menghasilkan efek bayangan topografi yang kecil.  Citra di musim penghujan cenderung mengandung banyak awan, sementara di musim kemarau cenderung banyak asap (kebakaran hutan atau pembukaan perladangan berpindah).
e)     Luas areal yang akan dievaluasi.  Ini tergantung pada anggaran dan luas areal yang akan dievaluasi.   Contohnya SPOT mengkover kurang lebih 60 km x 60 km, tetapi TM mengkover 185 km x 185 km.  Dengan harga yang ada, maka biaya per satuan luas menggunakan SPOT 5 kali lebih besar daripada  menggunakan TM.  Dari segi resolusi spektral TM juga mempunyai reolusi spektral yang lebih tinggi (7 band).
f)       Tipe data yang digunakan apakah data analog atau digital, maka perlu diperhatikan karakteristik dari data tersebut:



Data Digital
Data Analog
Mengandung lebih banyak informasi dan penggunaannya lebih fleksibel;

Bisa melakukan analisa kuantitatif dan perbaikan citra;


Biasanya lebih mahal (data dan perangkat kerasnya)

Baik untuk interpretasi visual, sehingga komponen warna, tekstur, lokasi dan asosiasi bisa digunakan;

Bersifat kualitatif, dan tidak bisa memanfaatkan secara penuh resolusi radiometrik yang ada;

Merupakan fungsi dari keterampilan interpreter dalam menentukan hasil yang diperoleh

Pada waktu pemesanan data satelit, yang perlu diperhatikan adalah:
1)      Lokasi (lintang tempat: bujur dan lintang);
2)     Waktu perekaman yang diinginkan;
3)     Format dan ukuran data (full scene, quarter atau sub-scene);
4)     Maksimum penutupan awan yang diijinkan;
5)     Pemilihan sistem pengolahan data (image processing system) yang meliputi software dan hardware;
6)     Evaluasi kualitas data yang diperoleh (display citra dan penjelasan deskriptif);
7)     Koreksi kesalahan data (radiometrik: sensor atau atmosfer dan geometrik);
8)     Perbaikan data (untuk visual dan digital);
9)     Survey lapangan;
10)  Ekstrak feature dari citra (klasifikasi dan evaluasi akurasi);
11)   Meng-input  data ke sistem informasi geografis;
12)  Merangkum hasil.
Apa display citra?
Dalam menyajikan citra digital pada layar monitor (komputer), ada beberapa hal yang perlu dipahami, diantaranya adalah pengertian tentang bits, byte, piksel (pixel), warna komposit, warna alami, warna palsu standar, gray scale (skala keabu-abuan) dan warna pseudo (pseudocolor).  Berikut ini adalah uraian ringkas dari beberapa istilah yang sering dipergunakan pada display citra.
Bits
Pada citra, bits adalah suatu bilangan binari yang mempunyai nilai 0 dan 1, atau hidup (on) atau mati (off). Akan tetapi, satu set bits dapat mempunyai nilai lebih dari itu, tergantung pada berapa jumlah bitsnya.  Jumlah nilai tersebut dinyatakan dalam suatu set bits, yaitu dengan bilangan 2 pangkat nilai bitsnya, misalnya 3 bits adalah 23 = 8.

Display RGB
Display citra sering merujuk pada sejumlah bilangan bits, seperti 8-bits atau 24 bits.  Bits ini sering digunakan untuk menentukan jumlah kemungkinan nilai kecerahan yang ada.  Misalnya untuk displai 24 bits, 24 bits per piksel dibagi menjadi 8 bits pada masing-masing warna guns.  Jumlah kemungkinan nilai yang dapat didisplay dengan 8 bits adalah 28 atau 256.  Oleh karena itu pada 24 bits, masing-masing warna guns hanya mempunyai 256 kemungkinan nilai kecerahan, yang nilainya berkisar antara 0 ~ 255.  Kombinasi tiga guns akan menghasilkan 2563 atau sebanyak 16.777.216 kemungkinan warna yang dapat didisplaykan oleh monitor.
Pixel
Pixel adalah istilah umum yang merupakan kependekan dari picture element (elemen gambar) .  Sebagai suatu elemen, piksel atau pixel merupakan bagian terkecil dari suatu citra digital.  Pada data raster, citra dibagi-bagi menjadi suatu sel, dimana masing-masing grid dari sel merupakan representasi dari suatu piksel.  Piksel juga sering disebut dengan sel grid.
Dalam arti yang lebih luas, istilah pixel juga digunakan untuk menyatakan nilai file data untuk setiap unit citra (pixel file), atau lokasi dari suatu grid pada display atau hasil cetakan (pixel display).
Persepsi mata manusia dalam melihat warna terjadi dari jumlah relatif kombinasi sinar merah, hijau dan biru yang diukur oleh sensor pada mata.  Sinar merah, hijau dan biru dapat ditambahkan (additive primary color) bersama-sama untuk menghasilkan variasi yang lebih lebar.
Color Guns
Pada display, guns warna mengarahkan sinar dari elektron yang termasuk dalam fosfor merah, hijau dan biru.  Fosfor akan berkedip untuk frekuensi tertentu untuk menghasilkan warna-warna tertentu.  Monitor berwarna sering disebut dengan Monitor RGB yang mengacu pada warna-warna utama.
Brightness Values
Nilai kecerahan (brightness values) atau yang sering dikenal juga dengan nama nilai intensitas (intensity values) adalah kuantitas dari masing-masing warna primer untuk menjadi output.
Layers
File citra dapat mengandung layer sejumlah band. Berikut ini adalah kombinasi band-band yang sering sekali digunakan:
•   Warna alami (natural color): Landsat TM 3, 2, 1
•   Warna palsu standar (standard false color), atau color-infrared: Landsat TM 4, 3, 2. atau SPOT 3-2-1.
Display Pseudocolor 8-bit
Jika melakukan display dengan pseudocolor 8 bit maka nilai-nilai data yang terdapat pada saluran/band red, green dan blue digabung dan ditransformasikan kedalam nilai-nilai sel warna dalam suatu peta warna (colormap).  Oleh karena hanya terdapat 256 macam warna (8 bit), maka warna akan tampak sedikit berbeda jika dibandingkan dengan yang 24 bit yang mampu memberikan 16 juta macam warna. Oleh karena itu, pada pseudocolor ini, sesungguhnya satu band (layer) dipecah-pecah (diiris/sliced) menjadi beberapa potongan dan setiap potongan diberikan warna yang berbeda.  
View dengan Gray Scale
Jika penyajian dengan gray scale (warna hitam-putih), sesungguhnya band yang sama disajikan pada RGB, sehingga yang tampak adalah derajat keabu-abuannya.
View Warna Komposit (True Color View)
Displai ini dilakukan menggunakan 3 band atau 3 saluran.  Masing-masing band diset pada red, green ataupun blue.  Meskipun jenis band yang digunakannya sama, tetapi jika penempatan pada RGB yang berbeda, maka akan menghasilkan penampakan warna yang berbeda pula.
Faktor indeks Optimum (Optimum Index Factor/OIF)
Pada penyajian dengan multiband, biasanya dilakukan evaluasi dengan OIF (optimum index factor).  OIF merupakan ukuran banyaknya informasi yang dimuat pada suatu citra komposit.  Ukuran ini merupakan perbandingan antara total simpangan baku dari ketiga band yang digunakan dengan tiga koefisien korelasi dari masing-masing pasangan band yang digunakan.  Secara matematis, OIF ini diformulasikan dengan rumus sebagai berikut:





Disini Halaman Sebelumnya | Halaman Lanjutan Klik disini



-----------------Semoga bermanfaat -----------------